Peneliti: Kelelawar Indonesia Berpotensi Sebar Coronavirus

SHARE

Dikutip dari nasional.republika.co.id, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB University Prof. drh. Ekowati Handharyani, PhD, APVet, melakukan penelitian tentang kelelawar di Indonesia sejak tahun 2010. Ekowati menemukan beberapa patogen pada kelelawar buah di Indonesia yang berpotensi zoonosis.

“Patogen adalah organisme pembawa penyakit. Apabila berpotensi zoonosis artinya penyakit-penyakit tersebut dapat ditularkan dari hewan ke manusia,” ujar Ekowati saat ditemui di IPB Darmaga, Bogor, Rabu (29/1).

Dari hasil penelitian itu, dia mengatakan ditemukan sejumlah patogen jenis virus yang ada di kelelawar. Dia menjelaskan patogen itu tak menyebabkan penyakit pada kelelawar. Namun, patogen tersebut dapat menular ke hewan dan manusia yang mengakibatkan penyakit.

“Kita melihat bahwa di dalam kelalawar ternyata patogen yang berbahaya yang termasuk salah satunya corona virus itu. Tapi kelelawar itu sehat,” katanya. Tak hanya corona virus, Ekowati menjelaskan, setidaknya dapat mengidentifikasi enam virus yang berada di dalam kelelawar. Di antaranya coronavirus, bufavirus, polyomavirus, alphaherpesvirus, paramyxovirus dan gammaherpesvirus.

“Kami yakin virusnya lebih dari itu kalau masa pelatihan diperpanjang lagi dan wilayahnya diperluas,” ucapnya. Secara spesifik, Ekowati mengatakan, corona virus memiliki empat jenis yakni aphacoronavirus, betacoronavirus, gammacoronavirus, dan deltacoronavirus. Gamma dan deltacoronavirus yang paling patogen atau berbahaya untuk hewan.

“Sementara aphacoronavirus dan betacoronavirus itu di hewan lain maupun di manusia juga. Itu yang beresiko,” jelasnya. Di Indonesia, Ekowati memperkirakan terdapat ribuan spesies kelelawar berukuran besar dan kecil, dari pemakan buah maupun pemakan serangga.

Dia menyatakan, interaksi antara masyarakat dengan kelelawar cukup tinggi, terutama di beberapa daerah di Indonesia seperti Sulawesi, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Interaksi tersebut, sambung Ekowati, terjadi lantaran masyarakat menangkap kelelawar untuk dijual belikan bahkan dikonsumsi. Interaksi tersebut yang berpotensi memberikan dampak penyebaran.

“Jadi tetap perlu adanya sikap lebih hati-hati kepada hewan satu ini, karena penularan penyakitnya bisa melalui urin atau air kencing kelelawar dan air liurnya,” paparnya.

Dari keempat daerah yang telah diteliti, patogen berpotensi zoonosis ditemukan pada kelelawar dari Sulawesi dan Jawa Barat. Adapun jenis virus yang ditemukan adalah jenis nipah dan kapang atau jamur. Dua virus tersebut biasanya menginfeksi bagian hati.

Jenis penyakit yang bisa ditimbulkan dari kedua virus tersebut jika menular ke manusia adalah penyakit radang otak dan radang paru-paru. Karena itu, Ekowati mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dalam menjaga kedekatan dengan kelelawar, terutama bagi masyarakat yang intensitas interaksinya tinggi dengan hewan tersebut.

Meskipun demikian, Ekowati menjelaskan, belum melakukan penelitian untuk obat atau vaksin virus yang telah diidentifikasi. Dia berharap akan ada penilitian tindaklanjut dari ilmu disiplin lainnya. “Kita belum bicara vaksin, mungkin temen-temen disiplin ilmu yang lain,” ucap dia berharap.