Syarat Publikasi Penelitian melalui Scopus Persulit Kelulusan
Dikutip dari mediaindonesia.com, kewajiban memublikasi penelitian melalui jurnal internasional terindeks Scopus rupanya menjadi salah satu kendala kelulusan mahasiswa S3. Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, mengungkapkan, tidak hanya mahasiswa S3, bahkan dosen pun sulit menembus jurnal internasional terindeks Scopus.
“Itu (jurnal Scopus) kan seperti nulis paper kemudian ada wasitnya di sana. Kalau misalnya memenuhi syarat ya boleh, tapi memenuhi syarat selalu ada revisi perbaikan jadi nggak mungkin langsung selesai. Nah kalau itu dijadikan syarat kelulusan, banyak yang terhambat,” kata Ari kepada Media Indonesia, Minggu (15/12).
Ari mencontohkan, karya tulis di bidang ilmu sosial bisa memakan waktu hingga 18 bulan untuk menunggu kabar jika lolos publikasi, jika tidak, maka bisa nemakan waktu tiga tahun baru dipublikasikan. Karena dirasa dapat menghambat kelulusan, Ari pun menyarankan agar publikasi penelitian melalui jurnal internasional terindeks Scopus tidak dijadikan syarat kelulusan mahasiswa S3.
“Jadi saya sarankan kembali saja ke metode lama, misalnya ada proposal disertatasi, ada pengajuan pra proposal, dan sidang promosi, untuk mengganti scopus itu bisa diserahkan penilaiannya kepada tim ahli yang dibentuk oleh masing-masing universitas, apakah hasil karyanya sudah sesuai/setara dengan Scopus,” jelas Ari.
Kemudian jika proposal itu memenuhi syarat, baru diajukan untuk dipublikasikan oleh jurnal terindeks Scopus, misalnya dengan mengikutsertakan pembimbingnya. Bagi mahasiswa yang karyanya lolos publikasi, berhak mendapatkan dua ijazah yakni ijazah kelulusan dan ijazah kemampuan menulis ilmiah.
“Jadi berarti dia (mahasiswa yang lolos publikasi Scopus) akan mendapatkan bobot tambahan. Nanti kalau ijazah pertama, keluar ijazah lulus, tapi nanti kalau dia bisa nembus Scopus bisa keluar ijazah kedua yang namanya ijazah kemampuan menulis ilmiah di situ credit bukan hanya dia, tapi pembimbingnya juga tercantum dalam ijazah tersebut,” tuturnya.
Bagi dosen pembimbimbing yang namanya tercantum di ijazah tersebut, bisa menggunakannya untuk promosi naik pangkat, sehingga bermanfaat bagi dosen maupun mahasiswa.
“Jangan dihapus tapi jangan dijadikan syarat kelulusan, itu repot. Orang dosennya aja susah nulisnya,” tandasnya.